Gue sedikit mau berbagi tentang pengalaman teman gue yang gue lihat dengan mata kepala sendiri. Kami adalah sekumpulan mahasiswa yang memasuki tahun kedua berkuliah di Yogyakarta. Sebelumnya kami sudah sering mengunjungi Parangtritis hanya untuk menikmati suasana pantai, bahkan melihat bintang di malam hari. Ini kali keberapa kami menghabiskan malam di bibir pantai Parangtritis. Setiap malam bulan purnama atau langit sedang bertabur bintang, maka pantai Parangtritis selalu dipenuhi oleh pengunjung yang sebagian besar adalah anak muda. Kami tiba di pantai sekitar jam 12 malam dan langsung menyewa beberapa tikar untuk alas duduk dan berbaring kami.
Kami memang berencana untuk menghabiskan malam di tepi pantai sampai matahari terbit. Suasana pantai cukup ramai tapi memang gelap gulita, hanya beberapa rombongan yang membawa lampu petromaks atau senter. Tiba-tiba teman gue Dika berjalan menuju bibir pantai dan bermain air. Waktu itu jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Beberapa warga sekitar yang juga merupakan tukang sewa tikar mengingatkan kami kalau Dika jangan terlalu dekat dengan bibir pantai karena suasana sangat gelap dan bila terjadi sesuatu kami tidak akan tahu. Untungnya apa yang dikhawatirkan warga setempat tidak terjadi. Kami menikmati malam hingga subuh hari dengan aman-aman saja. Kami beranjak dari pantai sekitar pukul 7 pagi setelah puas melihat matahari terbit. Lalu kami pulang kekost masing-masing. Siangnya gue ditelepon temen yang mengatakan bahwa Dika mengeluh sakit kepala dan sudah di bawa ke dokter. Namun anehnya dia langsung diperbolehkan pulang oleh dokter karena dia tidak sakit apa-apa. Selama seminggu Dika selalu mengeluh sakit kepala yang amat sangat, bahkan Dika tidak masuk kuliah selama seminggu.
Akhirnya atas anjuran penjaga kost Dika yang dengar tentang kabar ini, kami membawa Dika ke ‘orang pintar’. Kami kaget luar biasa waktu tahu bahwa ada pengikut ‘Kerajaan Laut Selatan’ yang sedang duduk di pundak Dika. Hal itulah yang menyebabkan Dika merasa sakit kepala dan bahunya terasa berat. Orang pintar ini langsung membuka mata kami untuk melihat hal apa yang sebenarnya Dika rasakan. Sontak saja kami kaget dan ketakutan. Tapi sosok makhluk tersebut tidak menyeramkan namun cantik dan memakai kemben serta perhiasan ala kerajaan. Orang pintar bilang bahwa Dika sudah dijadikan incaran untuk menjadi abdi kerajaan karena Dika mendekati bibir pantai sendirian ketika makhluk-makhluk kerajaan sedang keluar. Bila tidak segera dibawa ke orang pintar, bisa jadi Dika kehilangan kesadaran alias jadi orang linglung. Sejak saat itu kami tidak pernah mengunjungi Parangtritis di malam hari lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar