Argomulyo, Semoga Tabah dan Tetap Jaya Kelak

Argomulyo, Semoga Tabah dan Tetap Jaya Kelak

Saya benar-benar tidak bisa membayangkan dan menyangka bahwa sebagian dusun di Desa Argomulyo baru-baru ini menjadi sasaran amukan awan panas “wedhus gembel” yang dimuntahkan Gunung Merapi. Desa yang beberapa bulan yang lalu pernah saya dan teman-teman singgahi sebagai lokasi KKN (Kuliah Kerja Nyata) kini menjadi korban. Dusun-dusun yang terkena dampak langsung bencana tersebut diantaranya yaitu Dusun Bronggang, Dusun Plumbon, dan Dusun Gadingan. Saya masih ingat betul, dusun-dusun tersebut memang berada di pinggir bantaran Kali Gendol, sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

Kali Gendol merupakan salah satu sungai yang biasa digunakan untuk melewatkan lahar dingin yang berasal dari Gunung Merapi. Jika musim kemarau, sungai tersebut mengering dan dijadikan sebagai sumber penghasilan masyarakat di sekitarnya. Sungai tersebut seringkali dijadikan sebagai ladang untuk mencari pasir dan batu. Sebagian besar masyarakat di Argomulyo banyak yang bermata pencaharian sebagai penambang pasir. Banyak sekali truk-truk pengangkut batu dan pasir yang lalu lalang di jalanan desa tersebut setiap harinya, karena memang potensi yang begitu menggiurkan. Sungai ini juga memisahkan beberapa dusun di sebelah timur dan barat Kali Gendol.

15. Tambang Pasir Kali Gendol

Saya banyak kenal dengan warga masyarakat desa tersebut, terutama di Dusun Gadingan. Kebetulan saya ditempatkan di dusun tersebut selama kurang lebih dua bulan untuk belajar mengabdi kepada masyarakat. Suatu kebanggan tersendiri ketika bisa berkumpul dan pernah menjadi bagian dari masyarakat di sana. Desa yang memiliki banyak potensi dengan keindahan sawah-sawah hijaunya, ternak perikanan yang subur,  ternak sapi yang gemuk, dan segala bentuk kerajinan dan usaha rumah tangga. Kebetulan waktu kami tinggal di sana, kami diajak untuk menyusuri potensi-potensi yang ada di desa tersebut. Kami mengambil banyak foto, mendatangi rumah-rumah warga, dan ternyata banyak warga yang hidup mandiri sehingga bisa menambah penghasilan desa.

Bila boleh saya menjabarkan arti kata Argomulyo, maka Argomulyo terdiri dari dua suku kata yaitu “Argo” dan “Mulyo”. Kedua suku kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti masing-masing. “Argo” berarti gunung, dan “Mulyo” berarti mulia/kebaikan/kemakmuran. Apabila dimaknai secara lebih luas, maka dapat diartikan sebagai desa makmur yang terletak di daerah gunung. Ada orang yang mengatakan bahwa nama adalah sebuah harapan. Dan itu adalah harapan sepanjang zaman untuk desa tersebut semenjak nama itu diberikan. Banyak cerita dan sejarah unik yang bisa didapatkan ketika kita bertanya tentang asal usul desa tersebut. Kami kebetulan telah membuat dokumentasi desa tersebut ke dalam sebuah website desa, yaitu di www.argomulyo.com. Jika masih ada yang penasaran, silakan mengunjungi web tersebut.

Banyak pengalaman yang bisa saya dapatkan ketika hidup di sana. Belajar mengenal masyarakat yang giat bekerja, belajar pola pikir masyarakat yang gemah ripah, dan semangat gotong royong yang tiada pernah terlupakan. Mereka adalah refleksi kehidupan yang sebenarnya. Ketika malam datang, mereka masih berharap jalanan lebih terang, sehingga bisa menghidupkan suasana kehidupan di lereng Merapi. Ketika siang menghampiri, mereka berjuang sekuat tenaga agar bisa menghidupi keluarga mereka, mencari lapangan pekerjaan, untuk kehidupan masa depan yang lebih baik. Cita-cita luhur untuk membangun desa ke arah yang lurus tertanam dalam setiap benak warganya. Harapannya sederhana, yaitu kemakmuran.

Ada pengalaman unik ketika kami sedang belajar di sana. Setiap tahunnya, Desa Argomulyo menyelenggarakan upacara adat dan kirab budaya yang dikenal sebagai “Tambak Kali”. Kami kebetulan ikut andil dalam kegiatan tersebut. Perayaan itu dilakukan setiap tanggal 1 Agustus, tujuannya untuk menghormati leluhur mereka, dimana di tanah tersebut berdiri makam beliau, yaitu Patih Jayaningrat. Tahun ini merupakan salah satu perayaan yang termewah dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena rangkaian kegiatan dilakukan selama seminggu, dengan puncaknya di hari terakhir (1 Agustus).  Berbagai budaya dan kesenian dari masing-masing dusun ditampilkan di rangkaian acara tersebut, termasuk saat kirab budaya. Jenis budaya dan kesenian yang ditampilkan seperti pengajian akbar, kethoprak, wayang kulit, jathilan (kuda lumping), campur sari, dll.

DSC_1824

46. Jathilan Guling

Sedih rasanya ketika pertama kali mendengar desa tersebut sebagian luluh lantak. Mereka mengungsi dan banyak yang tak tahu bagaimana nasib tempat tinggal mereka. Padahal jarak puncak Merapi dan desa tersebut masih belasan kilometer. Hamparan abu vulkanis yang tebal memendam rumah-rumah mereka. Sebagian korban terkena dampak langsung bencana itu, dari jatuhnya korban yang meninggal, luka bakar di sebagian tubuh, dan trauma psikologis bagi mereka yang selamat. 

Kami mungkin merasa belum banyak hal yang bisa kami berikan untuk desa itu. Waktu dua bulan di sana untuk mengenal dan berbaur bersama masyarakat mungkin masih kurang. Kami akan terus berdoa dan berharap untuk kemajuan Argomulyo, tetap sebagai desa budaya yang menarik banyak pengunjung, seperti hari-hari sebelumnya. Kami juga berharap di masa yang akan datang, masih ada orang yang peduli dengan nasib dusun-dusun yang menjadi korban, membangun dusun-dusun itu kembali dan memberi semangat kepada masyarakat yang bertahan untuk pantang menyerah. Argomulyo, tetap hidup dalam tradisi, semoga tabah, dan tetap jaya kelak…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top